Nabi Ulul Azmi

Referensi Tesis
BAB I – Latar Belakang
Salah satu isi dari kandungan al-Qur’an adalah kisah-kisah terdahulu (qashash al-Qur’an). Kisah-kisah itu berisi informasi tentang tindakan, kejadikan, tokoh/penokohan, atau latar yang dinyatakan dalam beragam bentuk cerita. Meski merupakan informasi tentang masa lalu, qashash al-Qur’an diyakini memiliki nilai-nilai yang relevan untuk masa kini. Sebagian orang berpendapat, apa manfaat dan urgensi dari kajian kisah masa lalu ini, padahal masih banyak persoalan kekinian, seperi masalah kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya, yang dianggap lebih penting dari kisah-kisah masa lalu itu tersebut.
Pendapat demikian ditampik oleh Amru Khalid. Menurutnya, kisah-kisah masa lalu itu sangat bermanfaat bagi kehidupan masa sekarang. Dia menawarkan pembacaan baru atas kisah-kisah masa lalu itu untuk dikontekstualisasi pada zaman sekarang, sehingga sesuai dengan kebutuhan masa sekarang.
Setidaknya ada beberapa manfaat adanya kisah dalam al-Qur’an, yaitu menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan inti dari ajaran syariat para nabi, meneguhkan hati Nabi Muhammad dan umatnya akan adanya kebenaran agama yang dibawa Muhammad dan kesesatan musuh-musuhnya. Selain itu, kisah-kisah al-Qur’an membeberkan kebenaran adanya nab-nabi terdahulu dan kebenaran dakwah Muhammad tentang apa yang terjadi di masa yang silam. Juga mengungkap kebohongan ahlul kitab atas kebenaran-kebenaran yang mereka sembunyikan
BAB II – Tinjauan Umum Kisah
Pengertian Kisah Secara Bahasa / Etimologi
Al-Qur’an telah menyebutkan kata qashash dalam beberapa konteks, pemakian dan tashrif (konjungsi)nya; dalam bentuk fi’il madhi (kata kerja lampau), fi’il mudhari’ (kata kerja sedang), fi’il amr (kata kerja perintah), dan dalam bentuk mashdar (kata benda).
Kata Qishshah terambil dari asal kata Qashsha
Kata Qashshash bentuk jamak dari Qishshah artinya mengikuti jejak. Wa qashsha aatsaarahum artinya dan mengikuti jejak mereka.
Menurut Imam ar-Raghib al-Isfahani mengatakan tentang kata qashash, “al-Qashshu” berarti ‘mengikuti jejak’. Dikatakan, ‘Qashashtu atsaruhu’ ‘saya mengikuti jejaknya’.
Al-Qashash berarti ‘jejak’ (atsar) Allah SWT berfirman :
‘… Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula’. (QS. Al-Kafi [18]:64)
Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: “Ikutilah dia”…(QS. Al-Qashash [28]:11)
Adapun kata Qishãsh artinya menuntut balas atas darah (penjederaan fisik atau pembunuhan).
Pengertian Kisah Secara Istilah / Terminologi
Menurut Muhammad Bakr Ismail kisah adalah: Mengikuti jejak orang dahulu yang terdapat dalam al-Qur’an yang menjelaskan tentang sesuatu yang member faedah sekitar dakwahnya kepada tauhid dan akhlak yang mulia.
Sedangkan menurut Manna Qaathan kisah adalah pemberitaan al-Qur’an menyangkut keadaan umat masa lalu, nabi-nabi terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi. Al-qur’an banyak memuat kejadian-kejadian yang telah lewat, sejarah umat yang telah lalu, juga menceritakan keadaan suatu daerah dan penduduknya.
Menurut Prof. Dr M. Quraish Shihab kisah adalah upaya mengikuti jejak peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi atau imajinatif, sesuai dengan urutan kejadiannya dan jalan menceritakannya satu episode, atau episode demi episode.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dirangkum bahwa kisah adalah Upaya mengikuti jejak orang yang terdahulu yang terdapat dalam Al-Qur’an dan dapat mengambil faedah atau pelajaran daripadanya, baik mengenai dakwahnya kepada tauhid atau akhlaknya.
Macam-Macam Kisah
Dalam setiap kejadian atau peristiwa yang memuat berbagai pesan maupun pelajaran mengenai kisah-kisah umat terdahulu, akan menjadi salah satu faktor penyebab yang dapat menarik perhatian orang. Apalagi jika dalam kisah-kisah tersebut disajikan dalam bentuk yang dapat menggambarkan kejadian dalam realita kehidupan manusia.
Demikian pula kisah-kisah sebagaimana yang digambarkan al-Qur’an, misalnya mengenai umat-umat terdahulu serta nabi-nabi mereka, peristiwa-peristiwa yang terjadi masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang, supaya menjadi pelajaran dan pengajaran yang tinggi, menjadi cermin perbandingan bagi segala umat.
Kisah al-Qur’an banyak ragam dan bentuknya. Al-Qaththan membagi kisah dalam tiga bentuk.
BAB III – Kisah Rasul Ulul Azmi
Pengertian Ulul Azmi Secara Istilah
Secara etimologi, kata ulul ‘azmi terdiri dua suku kata “ulu” dan “al-azm”, ulu adalah kata khusus yang menunjukkan arti jama’ yang tidak ada asal kata mufradnya, sedang bila digunakan untuk mufrad menggunakan kata dzu yang berarti “memiliki”, baik makhluk yang berakal maupun tidak.
Sedangkan kata “al-azm” adalah kata kerja bentuk lampau (fi’l madi) dari bentuk mashdar darikata al-’azm. Kata itu dengan segala bentuk konjungsi (tashrif) di dalam al-Quran disebut sembilan kali, yang tiga kali dalam bentuk kata kerja lampau, satu kali dalam bentuk masa kini dan mendatang, (fi’il mudhari), dan lima kali dalam bentuk kata dasar. Tiga ayat diantaranya tergolong ayat-ayat makkiyah, dan sisanya adalah madaniyah.
Makna dasar al-’azm adalah al-qath’u wa ash sharimah = Putusan atau ketegasan. Selain makna denotasi, kata itu juga memiliki makna konotasi, yaitu ‘aqd al-qalbi ‘ala imdha’ al-amr = keyakinan atau keteguhan hati untuk melakukan dan menyelesaikan suatu pekerjaan. Ibnu ‘Abbas mengatakan al-’azm juga berarti al-hazm = kokoh dan tegar. Sedangkan Adhahhak memasukkan kata “agung” dan “penting” dan “sabar” sebagai salah satu arti al-’azm.
Nabi Ulul Azmi
Rasul-rasul yang termasuk dalam kelompok ulul ‘azmi adalah rasul-rasul yang terkenal kesabaran dan ketabahannya dalam menjalankan tugas, sehingga kesabaran mereka dipuji Allah SWT dan dijadikan sebagai contoh kesabaran yang baik. Hal itu diterangkan-Nya di dalam al-Qur’an surat al-Ahqaf [46]:35.
Adapun Nabi dan rasul yang masuk predikat ulul ‘azmi para ulama berbeda pendapat, karena pada prinsipnya setiap Nabi dan Rasul mempunyai kesabaran dan ketabahan serta keteguhan hati dalam menghadapi semua cobaan, ketika melakukan tugas risalahnya, sebagian ulama berpendapat bahwa seluruh Rasul yang diutus Allah SWT untuk menyeru manusia kejalan Tuhan adalah ulul ‘azmi. Selanjutnya Syaukani dalam tafsirnya menyatakan: pendapat mayoritas ulama tentang Nabi dan Rasul yang disebut ulul ‘azmi dari para Rasul-rasul ada lima dan beliau-beliau adalah pengemban syariah.
Berikut ini adalah Nabi-nabi yang mendapat ulul Azmi, Nabi Ulul Azmi

0 komentar:

www.loogix.com

Postingan Populer

 
Copyright© 2012 Kure Collection | Designer by : Sekure' |

Welcome To Kure Collection

Hanyalah Sekedar Koleksi

Disamping ini adalah Untuk Mendaftar dan Login

kure-it.blogspot.com

Member Login

Lupa sandi Anda

Daftar Member